Karunia Malam
Kamis, 08 Oktober 2015
Sekian lama tak bersua, tak bernafas, tak menyentuh dan tak berucap
manusia adalah kata, kata yang tak pernah diam dan bergerak
tak bisa hidup tanpa saku, tidak seperti katak kali yang yang sanggup tenggelam dalam air dan mau kering dalam angin
contohlah anjing mau berteriak dalam lapar maupun bahaya
jangan seperti ular selalu sembunyi dalam kebahagiaan maupun ancaman
kalian memang bukan hewan tapi setidaknya kalian memiliki otak lebih cerdas daripada mereka
jangan mau dipermainkan dengan mainan murahan
seperti lidah yang selalu terbalut dengan liur yang penuh dengan nanah dan darah
dan hati yang tak pernah berhenti dengki dan membenci
mulailah memaniskan senyum untuk mereka bahagia dan berbangga karena hanya itulah yang akan diterima
meskipun dahi dan bibirmu selalu mengekerut lebih kecil dari biasanya, bertahanlah dan bersyukurlah
karena tak semua sampah itu tidak berguna
Senin, 09 September 2013
diary di depan ATM
sudahkah benar apa yang saya lakukan?
tidak seperti biasanya batin, emosi bekerja lebih keras untuk hari itu. tidak tahu pasti kenapa dan mengapa. manusia memang dilengkapi dengan indera perasa yang sangat sempurna dibanding makhluk ciptaan-Nya yang lain. itu terbukti ketika seorang mahasiswa masih labil menghadapi masalah yang yang sebenernya adalah sepele dan sederhana. perasaan dan batinya yang terlalu lembut membuat dia mudah terkalahkan oleh prasangka buruknya. saya tidak tahu apa yang saya tulis tapi satu yang jelas tanganku hanya mengungkapkan apa yang yang dirasakan oleh hati dan perasaan saat ini.
sesekali muncul pertanyaan? dimanakah posisiku saat ini, apakah memang tidak ada orang yang mau menggandeng tanganku, menepuk pundakku ketika kaki tak sanggup lagi untuk berpijak diatas tapakan jalan penuh kerikil kecil. terutama orang yang seharusnya paling dekat dan mengerti akan hidupku saat ini. ah mungkin hanya perasaan ini saja yang memang terlalu melo dan cengeng ketika dicicipi sedikit masalah. tidak banyak menuntut adalah alasan yang tepat, keadilan yang memang saya pertanyakan sekarang.
posisi yang tepat untuk saat ini adalah"disepelekan", tapi untuk 3 tahun kemudian tidak akan, mereka akan tercengang melihat orang yang hanya belajar dengan ecek-ecekan akan menjadi luar biasa.
artikel ini tidak bersajak, berrima, berplot dan istilah lain.. saya hanya mengetik, mengikuti langkah gerak tangan diatas keyboard. tidak ada yang salah bukan? terserah anda sebagai pembaca mengerti apa tidak.
Rabu, 20 Maret 2013
MAKALAH FITOPLANKTON
TUGAS PHYTOPLANKTON
(SPESIES, EKOLOGI DAN HABITAT)
Dosen
Pembimbing :
Prof.
Dr. Ir. Endang Yuli H., MS
Fatin Kurnia Laily 125080200111077
PROGRAM PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2013
A.
DEFINISI
PLANKTON DAN FITOPLANKTON
Istilah
plankton pertama kali digunakan oleh Victor Hensen pada tahun 1887, berasal
dari bahasa Yunani yang artinya mengembara. Plankton adalah organisme renik
yang melayang-layang dalam air atau mempunyai kemampuan renang yang sangat
lemah, pergerakannya selalu dipengaruhi oleh gerakan masa air. Nybakken (1992)
membagi plankton berdasarkan ukuran plankton dalam lima golongan yaitu :
megaplankton ialah organisme planktonik yang berukuran lebih dari 2000 mm,
makroplankton ialah organisme planktonik yang berukuran 200-2000 mm, sedangkan
mikroplankton berukuran 20-200 mm. Ketiga golongan lainnya yaitu nanoplankton
yang berukuran 2-20 mm, dan ultrananoplankton organisme yang memiliki ukuran
kurang dari 2 mm. Plankton dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu fitoplankton
yang terdiri dari tumbuhan renik bebas bergerak dan mampu berfotosintesis
sedangkan zooplankton ialah hewan yang bersifat planktonik.
Dalam
perairan laut fitoplankton merupakan produsen primer (produsen utama dan
pertama) sehingga keberadaan fitoplankton dalam perairan mutlak adanya.
Pendapat ini dikuatkan oleh Sachlan (1982) bahwa fitoplankton merupakan
organisme berklorofil yang pertama ada di dunia dan merupakan sumber makanan
bagi zooplankton sebagai konsumen primer, maupun organisme aquatik lainnya,
sehingga populasi zooplankton maupun populasi konsumer dengan tingkat tropik
yang lebih tinggi secara umum mengikuti dinamika populasi fitoplankton.
Fitoplankton adalah tumbu-tumbuhan air yang mempunyai ukuran sangat kecil dan
hidup melayang dalam air. Fitoplankton mempunyai peranan sangat penting dalam
ekosistem perairan, sama pentingnya dengan peran tumbuh-tumbuhan hijau yang
lebih tinggi tingkatannya di ekosistem daratan. Fitoplankton adalah produsen
utama (Primary producer) zat-zat organik dalam ekosistem perairan.
Seperti tumbuh-tumbuhan hijau yang lain, fitoplankton membuat ikatan-ikatan
organik kompleks dari bahan organik sederhana melalui proses fotosintesa
(Hutabarat dan Evans, 1986)
Fitoplankton
menghuni hampir setiap ruang dalam massa air yang dapat dicapai oleh sinar
matahari (zone eufotik), dan merupakan komponen flora yang paling besar
peranannya sebagai produsen primer di suatu perairan (Nontji, 1984).
Fitoplankton terdiri dari beberapa klas, dimana taksonomi fitoplankton telah
mengalami berbagai revisi dan wakil nama klas fitoplankton yang berlaku seat
ini, serta distribusinya masing-masing kelas.
Perkembangan
fitoplankton sangat dipengaruhi oleh zooplankton Nybakken (1992) dengan mengemukakan
teori grazing, yang menyatakan jika di suatu perairan terdapat populasi
zooplankton yang tinggi maka populasi fitoplankton akan menurun karena
dimangsa oleh zooplankton. Pertumbuhan fitoplankton adalah mengikuti
laju pertumbuhan yang differensial, zooplankton mempunyai siklus reproduksi
lebih lambat maka untuk mencapai populasi maksimum akan membutuhkan waktu yang
lebih lama dibandingkan fitoplankton. Steeman-Nielsen (1975) in Basmi
(1988). Ada hubungan yang sangat erat antara fitoplankton dengan zooplankton,
pada musim panas jumlah fitoplankton akan melebihi zooplankton sedangkan pada
musim penghujan jumlah fitoplankton menurun akibat berkurangnya sinar matahari
sehingga jumlah zooplankton melebihi fitoplankton.
Menurut
Sachlan (1982), fitoplankton dikelompokan ke dalam 5 divisi yaitu: Cyanophyta,
Crysophyta, Pyrrophyta, Chlorophyta dan Euglenophyta (hanya
hidup di air tawar). Kecuali Euglenophyta semua kelompok
fitoplankton ini dapat hidup di air tawar dan air laut. Menurut Nontji (1993),
fitoplankton yang dapat tertangkap dengan planktonet standar (no. 25) adalah
fitoplankton yang memiliki ukuran ≥ 20 μm. Fitoplankton yang bisa tertangkap
dengan jaring umumnya tergolong dalam tiga kelompok utama yakni diatom, dinoflagellata
dan alga biru (Cyanophyceae).
B.
FILLUM
CHLOROPHYTA
Berwarna hijau,
karena mengandung kloroplas (plastida yang berwarna hijau) dengan
butir-butir pirenoid ditengahnya. Bentuk kloroplas ini pada beberapa
genus berlainan, seperti bentuk spiral, bentuk jala, bentuk bintang, bentuk
ladam, dan butiran atau himpunan klorofil yang tak teratur. Sel-sel alga hijau
sudah bersifat eukarion atau memiliki dinding nukleus. Tubuhnya ada yang
bersel satu (Chlorella), berkoloni (volvox), dan bersel banyak
membentuk benang (Spirogyra), berbentuk lembaran (Ulva) dan ada
yang serupa rumput (Chara).
Hanya
kira-kira 10% dari 7000 spesies alga hijau (Divisi Chlorophyta) ditemukan
dilaut, selebihnya diair tawar. Dikenali dengan warna hijau rumput yang
dihasilkan adanya klorofil a dan b yang lebih dominan dibanding pigmen lain.
Pigmen-pigmen terdapat dalam plastid dan sangat tahan terhadap cahaya panas.
Dinding sel lapisan luar terbentuk dari bahan pektin sedangkan lapisan dalam
dari selulosa. Contohnya : Entermorpha, Caulerpa, Halimeda dan Spirulina.
Ganggang hijau mengandung klorofil dan
dapat melakukan fotosintesis untuk mendapatkan makanannya. Ganggang hijau
berperan sebagai pemasok bahan makanan utama bagi hewan-hewan yang ada di
perairan tersebut. Di perairan tersebut, ganggang hijau disebut sebagai
produsen.
Reproduksi Chlorophyta dapat dilakukan dengan dua
cara, yaitu secara seksual dan secara aseksual. Reproduksi seksual dilakukan
dengan cara peleburan sel kelamin jantan dan betina serta ada juga yang secara
konjugasi. Reproduksi secara aseksual dilakukan tanpa adanya peleburan sel
jantan dan betina, tetapi dilakukan dengan pembelahan biner (ganggang bersel
satu), fragmentasi (ganggang berbentuk benang dan berkoloni), serta pembentukan
zoospora (spora kembara).
1.
Chlorella
· Klasifikasi
Nama
Chlorella berasal dari zat berwarna
hijau (Chlorophyll) yang juga
berfungsi sebagai katalisator dalam proses fotosintesis. (Steenblock, 2000 in Zahara, 2003). Chlorella sp. Oleh Bold dan Wynne (1985) dikategorikan ke dalam
kelompok alga hijau yang memiliki jumlah genera sekitar 450 dan jumlah spesies
lebih dari 7500. Nama alga hijau diberikan karena kandungan zat hijau (chlorophyll) yang dimilikinya sangat
tinggi , bahkan melebihi jumlah yang dimiliki oleh beberapa tumbuhan tingkat
tinggi.
Klasifikasi
Chlorella. Sp menurut Bold dan Wynne
(1985) dan Vashista (1999) adalah sebagai berikut :
Divisi : Chlorophyta
Kelas : Chlorophyceae
Ordo : Chlorococcales
Familia : Oocystaceae
Genus : Chlorella
Spesies : Chlorella sp.
Bentuk
umum sel-sel Chlorella adalah bulat
atau elips (bulat telur), termasuk mikro alga bersel tunggal (unicellular) yang soliter, namun juga
dapat dijumpai dalam hidup koloni atau bergerombol (Gambar 1). Diameter sel
umumnya berkisar antara 2-12 mikron, warna hijau karena pigmen yang mendominasi
adalah klorofil (Bold, 1980). Chlorella merupakan
organisme eukariotik (memiliki inti sel) dengan dinding sel yang terdiri atas
selulosa dan pectin. Sedangkan protoplasmanya berbentuk cawan (Isnansetyo dan
Kurniastuty, 1995).
·
Habitat
dan Ekologi
Berdasarkan
habitat hidupnya Chlorella dapat
dibedakan menjadi Chlorella air tawar
dan Chlorella air laut. Chlorella air tawar dapat hidup dengan kadar
salinitas hingga 5 ppt, Chlorella air laut dapat mentolerir salinitas
antara 33-40 ppt (Bold dan Wynne, 1985). Menurut hirata (1981) in Rostini (2007), beberapa spesies
chlorella air laut dapat mentolerir kondisi lingkungan yang relative
bervariasi. Tumbuh optimal pada salinitas 25-34 ppt sementara pada salinitas 15
ppt tumbuh lambat dan tidak tumbuh pada salinitas 0 ppt dan 60 ppt. Contoh
chlorella yang hidup di air laut adalah Chlorella vulgaris, Chlorella
pyrenoidosa, Chlorella virginica, dan lain-lain (Isnansetyo dan Kurniastuty,
1995).
Umumnya
chlorella bersifat planktonis yang melayang di dalam perairan, namun beberapa
jenis chlorella juga ditemukan mampu bersimbiosis dengan hewan lain misalnya Hydra dan beberapa ciliata air tawar seperti Paramaecium
bursaria (Dolan, 1992).
640 x 426
Gambar 1. Bentuk Chlorella
sp. (Sumber : http://biologiklaten.files.wordpress.com/2011/11/5-chlorella.jpg )
C.
FILLUM
CYANOPHYTA
Cyanophyta
merupakan suatu divisi (filum) bakteri yang mendapatkan energi melalui
fotosintesis. Cyanophyta termasuk dalam regnum (kerajaan) monera. Ganggang
hijau- biru merupakan salah satu contoh dari kelas Cyanophyceae. Ganggang hijau-biru
memiliki klorofil yang berbeda dari klorofil bakteri yang dapat
berfotosintesis, dan diketahui bahwa oksigen dibebaskan oleh ganggang
hijau-biru pada saat fotosintesis tetapi tidak terjadi pada bakteri. Ganggang
hijau – biru memiliki afinitas mirip bakteri sehingga disebut juga
Cyanobacteria karena organisasi seluler dan biokimianya.
Cyanobacteria/Cyanophyta
atau alga hijau biru merupakan kelompok alga prokariotik. Organisme tersebut
memiliki peran sebagai produsen dan penghasil senyawa nitrogen di perairan.
Beberapa Cyanobacteria juga diketahui dapat memproduksi toksin (racun). Selain
menghasilkan toksin, Cyanobacteria mampu menghasilkan senyawa yang bermanfaat
bagi mahluk hidup lain, antara lain protein dan senyawa lain untuk obat-obatan.
Organisme tersebut bersifat kosmopolit, tidak hanya
ditemukan di habitat akuatik melainkan juga ditemukan di habitat terestrial.
Cyanobacteria ada yang hidup sebagai plankton dan ada pula yang hidup sebagai
bentos. Spesies-spesies yang bersifat planktonik umumnya merupakan
spesies-spesies yang mengakibatkan terjadinya ledakan populasi (blooming)
akibat eutrofikasi (pengayaan nutrisi). Eutrofikasi biasanya disebabkan oleh
proses alamiah atau akibat pencemaran. Keadaan perairan yang kaya nutrisi
tersebut menyebabkan pertumbuhan Cyanobacteria yang sangat cepat. Cyanobacteria
juga diketahui diketahui mampu tumbuh di padang gurun, padang salju, dan sumber
air panas. Indonesia sebagai salah satu negara
tropis yang selalu beriklim hangat sepanjang tahun menyebabkan sering mengalami
blooming Cyanobacteria di perairan tawar. Divisi Cyanophyta atau kelas Cyanophyceae dibagi menjadi 3 ordo, yaitu:
1. Chroococcales
2. Chamaesipphonales
3. Hormogonales
1.
Spirulina Klasifikasi
Merupakan alga hijau hijau biru foto-autotrof dapat ditemukan pada
perairan tawar maupun asin. Mikroalga ini telah lama digunakan sebagai sumber
bahan makanan di Meksiko dan Afrika dan merupakan salah satu sumber makanan
alami paling potensial baik untuk hewan dan manusia. Kandungan proteinnya yang
tinggi mencapai 60-70% (basis kering) serta kandungan asam-asam amino Spirulina
sesuai dengan rekomendasi badan pangan dunia FAO (Choi et al. 2003). Spirulina
merupakan salah satu sumber pangan berpotensi, sebagai contoh 1 are (0,4646
hektar) Spirulina dapat menghasilkan protein 20 kali lebih baik dari 1 are
kedelai atau jagung dan 200 kali lebih baik dari pada daging sapi (Kozlenko dan
Henson 1998). Spirulina termasuk cyanobacteria atau yang lebih dikenal dengan
alga hijau biru, ada di bumi sejak 3500 juta tahun
lalu. Mikroorganisme ini berukuran 3,5-10 mikron dan memiliki filamen berbentuk
spiral dengan diameter 20-100 mikron. Spirulina mengandung 60% protein dengan
asam-asam amino esensial, sepuluh vitamin, juga berkhasiat sebagai obat
(therapeutic). Selain itu pula, Spirulina memiliki pigmen fikosianin yang
merupakan antioksidan dan antiinflamatori (Romay et al 1998 diacu dalam
Desmorieux 2006), polisakarida yang memiliki efek antitumor dan antiviral (Gao
dan Wu 2000; Mishima et al 1998 diacu dalam Desmorieux 2006), γ-asam linoleat
(GLA) dari Spirulina dapat berfungsi dalam penurun kolesterol (Samuels et al.
2002 diacu dalam Desmorieux 2006).
Klasifikasi Spirulina secara taksonomi menurut Bold dan
Wyne (1978) sebagai berikut:
Kingdom : Protista
Divisi : Cyanophyta
Kelas : Cyanophyceae
Ordo : Nostocales
Famili : Oscilatoriaceae
Genus : Spirulina
Spesies : Spirulina sp.
·
Ekologi
dan Habitat
Lingkungan
tempat tumbuh Spirulina harus dapat memenuhi semua kebutuhan yang
diperlukan untuk mendapatkan pertumbuhan Spirulina yang baik. Faktor
lingkungan utama yang mempengaruhi pertumbuhan mikroalga antara lain adalah
nutrien, cahaya, suhu, pH dan agitasi (Richmond 1988). Fitoplankton tersebut
mempunyai daya toleransi tinggi dan dapat hidup di dalam keadaan ekosistem
seperti pada segmen I tersebut.
Spirulina
termasuk
ke dalam mikroalga mesofilik, yang dapat tumbuh pada temperatur 20-400C dengan
suhu optimum pertumbuhannya 25-330C. Suhu minimum untuk pertumbuhannya adalah
antara 18-200C. Umumnya kisaran temperatur untuk pertumbuhan mikroalga
hijau-biru lebih besar dibandingkan jenis mikroalga lainnya (Borowitzka dan
Borowitzka, 1988). Hasil pengukuran suhu selama penelitian berkisar antara
22,5-250C, sehingga masih dalam kisaran suhu optimum untuk pertumbuhan S.
fusiformis.
319
x 165
Gambar
2. Bentuk Spirulina (Sumber : http://serendipity4molly.files.wordpress.com/2011/08/microscopic-spirulina.jpg)
Besarnya
nilai pH pada media pertumbuhan Spirulina umumnya antara 8-11, namun ada
beberapa jenis Spirulina yang dapat bertahan hidup pada lingkungan
dengan pH mendekati 7 atau di atas 11 (Richmond 1988). Intensitas cahaya yang
optimal untuk pertumbuhan Spirulina berkisar antara 1500-3000 lux dan
tidak melebihi 4000 lux untuk menghindari foto inhibisi (Chen et al.
1996).
D. FILLUM
CRYSOPHYTA
Algae ini mempunyai pigmen yang berbeda-beda sehingga
ada yang disebut algae kuning hijau (Xanthophyceae), dan algae keemasan
(Chrysophyceae). Diaotomae yang termasuk Bacillariophyceae juga termasuk
anggota algae ini. Pigmen fotosintetik terdiri atas klorofil a dan c, karoten,
fukoxantin, dan beberapa xantofil. Bahan cadangan makanan algae ini berupa
krisolaminarin, yaitu polimer glukosa dengan ikatan B. Dinding selnya tersusun
dari selulosa, silika, dan kalsium karbonat. Pada beberapa jenis algae ini
mempunyai 1 atau 2 flagela. Dinding sel diatomae yang keras disebut frustule.
Ada 2 macam bentuk frustule, yaitu centric dan pennate. Diatomae dengan bentuk
pennate yang tidak berflagela, ada yang dapat bergerak diatas substrat padat
karena adanya raphe. Raphe adalah celah memanjang dan sempit pada dinding sel
sebagai tempat keluarnya sitoplasma. Gerakan timbul karena adanya arus
protoplasma tersebut. Habitatnya di
air tawar atau air laut, tempat – tempat yang basah, dan merupakan anggota
penyusun plankton.
Divisi chrysophyta memiliki 3 kelas, berdasarkan pada, persediaan
karbohidrat, struktur kloroplas dan heterokontous flagelata. Selain berdasarkan
hal tadi divisi chrysophyta juga dapat dibagi ke dalam 3 klas yaitu gangang
hijau-kuning, gangang coklat-emas dan diatom.
1.
Diatom
·
Klasifikasi
Salah satu genus dari Chrysophyta adalah
Diatom. Diatom, termasuk kelas Bacillariophyceae, bersifat uniselular, dan ada
yang merupakan koloni dengan bentuk yang bermacam-macam. Selnya bilateral atau
radier simetris. Dinding sel terdiri atas lapisan dalam berupa pektin yang
lunak, dan lapisan luar berupa panser berisi zat kersik. Sel diatom mempunyai
inti dan kromatofora yang berwarna kuning coklat. Kromatofora mengandung
beberapa macam zat warna, antara lain: klorofil-a, karotin, santofil dan
karotenoid menyerupai fikosantin; tetapi ada juga golongan yang tidak berwarna.
Klasifikasi
:
Kingdom :
Plantae
Phylum :
Chrysophyta
Sub Phylum :
Bacillariophyceae
Ordo : Pennales
Famili :
Fragilariaceae
Genus : Diatoma
Spesies :
Diatoma sp
·
Ekologi dan Habitat
Hidup di
air tawar, laut, dan daratan yang lembab sebagai plankton atau bentos. Diatom
ditemukan pada habitat air tawar maupun air laut, terpisah-pisah atau membentuk
koloni yang sering melekat pada tumbuhan air maupun tempat-tempat yang basah.
Sel-sel diatom tahan kekeringan sampai beberapa bulan.
499 x
342
Gambar
3. Bentuk Diatom sp. (Sumber :
DAFTAR RUJUKAN
Ambar Prabowo. 2009. Optimasi
Pengembangan Media untuk Pengembangan Media untuk Pertumbuhan Chlorella sp. pada
Skala Laboratorium. Skripsi tidak diterbitkan. Bogor : Institut Pertanian
Bogor.
Asmara Anjar. 2005. Hubungan
Struktur Komunitas Plankton dengan Kondisi Fisika-Kimia Perairan Pulau Pramuka
dan Pulau Panggang, Kepulauan Seribu. Skripsi tidak diterbitkan. Bogor :
Institut Pertanian Bogor.
Bachtiar Eri. 2007. Penulusuran
Sumberdaya Hayati Laut (Alga) sebagai Biotarget Industri. Makalah tidak
diterbitkan. Jatinangor : Universitas Padjajaran.
Betawati Nining. 2008. Biodiversitas
Cyanobacteria dari beberapa Situ atau Danau di Kawasan Jakarta-Depok-Bogor,
Indonesia. Jurnal Makara, Sains, Volume 12, no.1, April 2008 : 44-54. FMIPA
Universitas Indonesia.
Bold,
Harold C and Michael J. Wynne. 1985. Introduction of the Algae. USA :
Pretice Hall Inc.
Hutabarat
& Evans. 1986. Kunci Identifikasi Plankton. Jakarta: UI.
Lestari Pudji dkk. 2010. Kelimpahan
Cyanophyta di Perairan Waduk Wadaslintang Wonosobo. Prosiding seminar
Nasional limnologi. Purwokerto : Fakultas Biologi Universitas Jenderal
Soedirman.
Nybakken, J.W.
1992. Biologi Laut, Suatu Pendekatan Ekologis. PT Gramedia Pustaka,
Jakarta.
Sediadi Agus. 1999. Ekologi Dinoflagellata. Jurnal
oseano, Volume XXIV, Nomor 4, 1999 : 21-30. LIPI.
Suryanto,
A. M. 2005. Kemelimpahan Kelas Fitoplankton
pada Budidaya Udang Galah (Macrobrachium
rosenbergii) dengan Sistem yang Berbeda. Jurnal Penelitian Perikanan
Vol. 08 No 1. FPIK-UB. Malang.
Wulandari Ayu. 2011. Penggunaan Media Alternative pada Produksi
Spirulina Fusiformes. Skripsi tidak diterbitkan. Bogor : Institut Pertanian Bogor.
Susanna Dewi. 2007. Pemanfaatn Spirulina Platensis sebagai
Suplemen Protein Sel Tunggal (PST) Mencit (Mus Musculus). Jurnal Makara Kesehatan, Volume
11, no.1, Juni 2007 : 44-49. Departemen Kesehatan Lingkungan. Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.
Minggu, 17 Februari 2013
Asal nulis aja sich
Saya Bangga Menjadi Muslim
Di zaman yang serba teknologi dan modern ini manusia di dunia semakin dimudahkan dalam kehidupannya, tidak hanya dalam dunia-dunia industri saja bahkan dalam setiap aktivitas kegiatan manusia mulai dari yang paling kecil dan dasar hingga yang paling pokok. Bahkan yang sedang gencar-gencarnya sekarang adalah perkembangan zaman telah menjadi fasilitator sebagai penjajahan moral bangsa, hal ini telah banyak berdampak pada degradasi moral, norma, etika, akhlak bahkan agama. Bagaimana dengan kita, orang-orang yang mengaku muslim. Ya , memang banyak dari dari saudara kita terindikator telah menjadi korban dari hal itu. Kenapa bisa terjadi ? padahal mereka adalah sama seperti kita juga, yang di KTPnya juga tertulis sebagai seorang muslim. Memang banyak faktor yang mempengaruhi hal itu. Pada hakekatnya kata “muslim” bukanlah hanya sekedar jabatan atau status saja, islam terutama di turunkan tidaklah hanya menjadi sebuah tuntunan saja, akan tetapi seoerti dalam sebuah firman Allah yang berbunyi :
"Sesungguhnya Alquran ini memberikan
petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus dan memberi kabar gembira kepada
orang-orang Mukmin yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala
yang besar". (Al-Israa': 9).
Memang
banyak yang mengaku muslim, tapi banyak juga dari mereka belum tertanam sebuah
kata “aku bangga menjadi seorang muslim”. Dan bagaimana dengan kita? Sudahkah? Dan
apa yang kita banggakan? Itu hanya bisa dijawab melalui mata hati kita
masing-masing. Keseharian kitalah yang akan memberikan jawaban terhadap sebuah
pertanyaan itu.
Kita
patut bangga dan bersyukur karena sejak lahir kita telah terlahir menjadi
seorang muslim, dan perlu diketahui keistimewaan ini tidak banyak di dapat
manusia yang diturunkan oleh Allah di dunia, jadi kita adalah termasuk manusia-manusia
pilihan yang telah terseleksi dan terpilih oleh Allah. banyak hal-hal lain yang
patut kita banggakan dari agama kita. Telah kita tahu sejak muncul, islam telah
banyak memiliki keistimewaan mulai dari ajaran dan tuntunanaya hingga
sumberdaya manusianya. Mulai dari ahli ilmu matematika, ilmu kedokteran,
filsafat dan masih banyak lainya. Satu hal lagi yang paling utama adalah sumber
ajarannya, Al-Qur’an adalah sumber hukum islam yang telah mengatur segala
kehidupan manusia mulai dari yang dasar hingga yang paling kompleks dengan
segala kesempurnaan dan keagungan ayat-ayatnya yang tidak terdapat pada semua
kitab Allah. Bahkan sejarah peradaban dunia telah mencatat bahwa islam adalah
salah satu agama yang pernah menjadi penguasa, raja dan pemegang kekuasaan di
dunia. Ini mencerminkan bahwa memang agama kita Islam adalah sebuah agama yang sangat
istimewa. Dan uraian di atas adalah sekelumit dari keistimewaan yang sengaja
dipaparkan karena masih banyak lagi keistimewaan-keistimewaan yang tidak dapat
dijelaskan satu persatu. Yang paling utama adalah bagaimana nurani kita dapat
merasakan betapa indah dan damainya hidup kita jika segala kehidupan dan
aktivitas kita berhiaskan agama Allah. Dan dengan begitu immune kita terhadap degradasi
perkembangan zaman dan penjajahan moral akan dapat terbendung dengan baik. Dan
semoga kita semua menjadi hamba-hamba Allah yang selalu mendapat rahmat dan
perlindungan dari-Nya.
Sabtu, 16 Februari 2013
tugas kuliah
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia adalah negara
kepulauan terbesar di dunia karena memiliki panjang pantai yang mencapai 95.181
km² dengan luas wilayah laut 5,4 juta km2. Potensi ini
menempatkan Indonesia sebagai
negara yang dikaruniai sumber daya
kelautan yang besar termasuk
kekayaan keanekaragaman hayati
dan non hayati kelautan. Sebesar 14 persen dari terumbu karang dunia ada di
Indonesia. Diperkirakan lebih dari 2.500 jenis ikan dan 500 jenis karang hidup
di dalamnya.
Berdasarkan laporan FAO
Year Book 2009, saat ini Indonesia telah menjadi negara produsen perikanan
dunia disamping China, Peru, USA
dan beberapa Negara kelautan
lainnya. Produksi perikanan tangkap tahun 2010 mencapai 5,38 juta ton,
perkiraan tahun 2011 mencapai 5,41 juta ton, dan 5,44 juta ton target tahun
2012. Maka
tidaklah heran sebagian besar masyarakat Indonesia tinggal dan menempati daerah
sekitar wilayah pesisir serta menggantungkan hidupnya sebagai nelayan.
Masyarakat nelayan yaitu suatu
masyarakat yang tinggal di wilayah pesisir dengan mata pencaharian utama mereka
adalah memanfaatkan sumber daya alam yang terdapat di lautan. Masyarakat
nelayan menggantungkan hidupnya terhadap pemanfaatan potensi sumberdaya
perikanan yang terdapat di lautan. Sehingga pendapatan masyarakat nelayan
secara langsung maupun tidak akan sangat mempengaruhi kualitas hidup mereka,
karena pendapatan dari hasil berlayar merupakan sumber pemasukan utama atau
bahkan satu-satunya bagi mereka. Akan tetapi di lain
pihak, produktivitas para nelayan Indonesia hingga saat ini masih tergolong
rendah. Dengan
potensi laut yang melimpah, kesejahteraan nelayan justru sangat minim dan
identik dengan kemiskinan. Sebagian besar 63,47 persen penduduk miskin di
Indonesia berada di daerah pesisir dan pedesaan. Data
statistik menunjukan bahwa upah riil harian yang diterima seorang buruh tani
(termasuk buruh nelayan) hanya sebesar Rp. 30.449,- per hari. Jauh lebih rendah
jika dibandingkan dengan upah nominal harian seorang buruh bangunan Rp.
48.301,- per hari. Hal ini dikarenakan pengelolaan
serta penguasaan pemanfaatan sumberdaya laut yang belum maksimal dan tidak
sepenuhnya dikuasai oleh nelayan lokal indonesia, seperti banyak kapal-kapal
asing yang hadir di laut Indonesia.
Kegiatan tersebut mengakibatkan Indonesia mengalami kerugian
ekonomi yang cukup besar. Setiap tahun negara dirugikan 4 milyar dollar Amerika
Serikat (AS) akibat penangkapan ikan ilegal yang dilakukan oleh nelayan asing.
Di sisi lain, jumlah anggota keluarga nelayan Indonesia yang masih berada dalam
kondisi miskin ada sekitar 20 juta orang. Selain karena lemahnya
pengawasan instansi terkait, hal itu tak lepas dari kian agresifnya nelayan
asing menjelajahi perairan Indonesia dengan dukungan kapal dan alat tangkap
memadai. Bahkan, belakangan, pencurian ikan melebar ke tindak penyelundupan.
Modusnya, hasil tangkapan nelayan asing tersebut diselundupkan kembali ke
wilayah RI, seperti yang marak terjadi di Kalimantan Barat.
Hal inilah yang melatarbelakangi
penulis untuk untuk menulis sebuah karya tulis tentang pengaruh penangkapan
ikan secara illegal (perikanan ilegal) terhadap kelangsungan hidup masyarakat nelayan
lokal.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah :
1.
Apakah pengaruh perikanan ilegal oleh
kapal asing terhadap kelangsungan hidup nelayan lokal ?
2.
Bagaimanakah cara mengurangi praktik
perikanan ilegal di Indonesia ?
.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan
dalam penelitian ini adalah :
1.
Untuk mengetahui pengaruh perikanan ilegal
oleh kapal asing terhadap kelangsungan hidup nelayan lokal.
2.
Untuk mengetahui cara meminimalisir
praktik perikanan ilegal di Indonesia.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1 Perikanan Ilegal (Illegal Fishing)
Sebagai
negara maritim, Indonesia menyimpan potensi kekayaan sumber daya kelautan yang
belum dieksplorasi dan dieksploitasi secara optimal, bahkan sebagian belum
diketahui potensi yang sebenarnya untuk itu perlu data yang lengkap, akurat
sehingga laut sebagai sumber daya alternatif yang dapat diperhitungkan pada
masa mendatang akan semakin berkembang. Dengan luas wilayah maritim Indonesia
yang diperkirakan mencapai 5,8 juta km2 dan dengan kekayaan terkandung di
dalamnya yang meliputi kehidupan sekitar 28.000 spesies flora, 350 spesies
fauna dan 110.000 spesies mikroba, 600 spesies terumbu karang dan 40 genera,
jauh lebih kaya dibandingkan Laut Merah yang hanya memiliki sekitar 40 spesies
dari 7 negara, sumberdaya yang dapat diperbaharui (renewable resources),
termasuk ikan, udang, moluska, kerang mutiara, kepiting, rumput laut,
mangrove/hutan bakau, hewan karang dan biota laut lainnya.
Sejumlah
potensi tersebut di atas merupakan sumberdaya yang sangat potensial dikelola,
untuk kesejahteraan rakyat. Di era krisis ekonomi yang masih belum dapat
diatasi sepenuhnya hingga saat ini, seharusnya potensi laut yang besar tersebut
menjadi solusi. Namun karena selama ini kita telalu fokus kepada sumberdaya
yang ada di darat, maka sumberdaya laut yang besar menjadi tersia-siakan.
Keadaan inilah yang memberikan peluang kepada bangsa-bangsa lain untuk
mengeksploitasi laut indonesia dengan leluasa yang salah satunya dengan illegal
fishing.
Perikanan
ilegal saat ini telah menjadi perhatian dunia, termasuk FAO (Food and
Agriculture Organization). Lembaga ini menggunakan beberapa terminologi seperti
perikanan illegal (ilegal), unreported (tidak dilaporkan) dan unregulated
(tidak diatur) atau biasa disingkat dengan IUU fishing. Penjelasan
mengenai ketiga terminologi ini adalah sebagai berikut:
1. Illegal
fishing, adalah kegiatan penangkapan ikan
secara ilegal di perairan wilayah atau Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) suatu
Negara. Artinya kegiatan penangkapan yang tidak memiliki izin melakukan
penangkapan ikan dari Negara bersangkutan. Praktek terbesar dalam IUU
fishing, pada dasarnya adalah poaching atau pirate fishing. Yaitu penangkapan
ikan oleh negara lain tanpa izin dari negara yang bersangkutan, atau dengan
kata lain pencurian ikan oleh pihak asing. Keterlibatan pihak asing dalam
pencurian ikan dapat digolongkan menjadi dua, yaitu:
a. Pencurian
semi-legal, yaitu
pencurian ikan yang dilakukan oleh kapal asing dengan memanfaatkan surat izin
penangkapan legal yang dimiliki oleh pengusaha lokal, dengan menggunakan kapal
berbendera lokal atau bendera negara lain. Praktek ini tetap dikategorikan
sebagai illegal fishing karena selain menangkap ikan di wilayah perairan
yang bukan haknya, pelaku illegal fishing ini tidak jarang juga langsung
mengirim hasil tangkapan tanpa melalui proses pendaratan ikan di wilayah yang
sah.
b. Pencurian murni ilegal, yaitu proses penangkapan ikan di mana kapal asing
menggunakan benderanya sendiri untuk menangkap ikan di wilayah negara lain.
2. Unregulated fishing, adalah kegiatan penangkapan di perairan wilayah atau
ZEE suatu Negara yang tidak mematuhi aturan yang berlaku dinegara tersebut.
Tercakup dalam hal ini antara lain: penggunaan alat tangkap yang merusak seperti trawl, bom,
dan bius serta pelanggaran
wilayah tangkap.
3. Unreported fishing, adalah kegiatan penangkapan ikan di perairan wilayah atau
ZEE suatu negara, yang tidak dilaporkan baik operasionalnya maupun data kapal
dan hasil tangkapannya. Perikanan yang tidak dilaporkan mencakup kesalahan dalam pelaporannya
(misreported)pelaporan yang dan
tidak semestinya (under reported).
Masalah
perikanan tangkap yang melanggar hukum atau lebih dikenal dengan istilah
Illegal Fishing sebenarnya sudah menjadi masalah klasik. Dikatakan klasik
karena masalah ini telah ada dari zaman dulu yang seakan-akan tidak ada
habisnya. Hingga sekarang pun perikanan ilegal masih sulit untuk di berantas.
FAO (2001) memperkirakan kerugian
Indonesia dari perikanan ilegal tersebut mencapai sekitar US$ 4 milyar. Aktivitas
perikanan ilegal, negara dirugikan Rp 30 triliyun setiap tahunnya.Perkembangan
harga ikan rata-rata setiap tahunnya berkisar antara US$ 1.000 sampai US$ 2.000
per ton ikan. Dengan asumsi harga ikan rata-rata sebesar US$ 1.000 per ton,
diperkirakan jumlah ikan yang dicuri mencapai sekitar 4 juta ton per tahun.
Sementara itu apabila harga ikan rata-rata diasumsikan sekitar US$ 2.000 per
ton maka jumlah ikan yang dicuri tersebut mencapai kisaran 2 juta ton per
tahun. Terlebih lagi, apabila diasumsikan rata-rata tonase kapal ilegal yang menangkap
ikan di perairan Indonesia mencapai 200 ton dan setiap tahunnya melakukan 4
kali trip penangkapan, maka jumlah kapal ilegal mencapai sekitar 2.500 sampai
dengan 5.000 kapal per tahun.
Hingga kini pemberantasan praktek
perikanan illegal belum juga menunjukkan tanda-tanda yang menggembirakan,
bahkan semakin memprihatinkan. Salah satu buktinya, Maret 2006 lalu hasil
verifikasi Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap DKP menunjukkan 94 % tanda
peralihan kepemilikan kapal (deletion certificate) yang berhasil
diklarifikasi adalah palsu. Lebih buruk lagi, pada semester pertama 2007
(Januari – Juni), puluhan kapal dari berbagai negara telah ditemukan kembali
melakukan praktek pencurian ikan di perairan Indonesia. Perikanan ilegal
tersebut mencakup pencurian ikan, yaitu kapal asing menangkap ikan di Indonesia
dan tidak memiliki izin atau tidak memiliki dokumen keimigrasian perikanan yang
tidak diatur, karena melanggar peraturan perundangan yang telah ditetapkan
seperti menggunakan alat tangkap trawl, bom, atau memasuki wilayah tangkap yang
tidak sesuai dengan izin yang telah diberikan; serta perikanan yang tidak
dilaporkan, karena memuat dan memindahkan ikan di tengah laut atau menjual ikan
dijual ke negara lain, atau kegiatan lain yang menyebabkan tangkapan ikan
tersebut tidak dilaporkan.
Jumlah kegiatan perikanan ilegal begitu
fantastis. Pada tahun 2003, DKP menduga terdapat sekitar 5.000 kapal asing yang
tidak memiliki izin beroperasi di perairan Indonesia, yang kemudian berhasil
ditertibkan hingga 4.000 kapal asing melalui perizinan. Namun demikian,
kenyataan di lapangan menunjukkan perikanan ilegal terus terjadi dari tahun ke
tahun. Kapal asing yang melakukan kegiatan perikanan ilegal biasanya
melangsungkan operasinya di wilayah perbatasan dan perairan internasional,
antara lain:
1. Perairan Timur
Indonesia, seperti:
a.
Perairan Papua (Sorong, Teluk Bintuni,
Fakfak, Kaimana, Merauke, Perairan Arafuru)
b.
Laut Maluku, Laut Halmahera
c.
Perairan Tual
d.
Laut Sulawesi
e.
Samudra Pasifik
f.
Perairan Indonesia-Australia
g.
Perairan Kalimantan Timur
2. Perairan Barat
Indonesia, seperti:
a.
Perairan Kalimantan bagian Utara,
daerah Laut Cina Selatan
b.
Perairan Nanggroe Aceh Darussalam (NAD)
c.
Selat Malaka
d.
Sumatera Utara (Perairan Pandan, Teluk
Sibolga)
e.
Selat Karimata, Perairan Pulau Tambelan
(Perairan antara Riau dan Kalimantan Barat)
f.
Laut Natuna (Perairan Laut Tiongkok
Selatan)
g. Perairan Pulau
Gosong Niger (Kalimantan Barat)
Sebagaimana
yang telah kita ketahui, peran pemerintah dalam menjaga perairan di wilayah
perbatasan sangat terbatas, bahkan dapat dikatakan minim baik dalam hal
trasportasi seperti kapal-kapal patroli maupun dalam hal jumlah ankatan laut
maritim yang siaga berpatroli. Bayangkan saja jika kapal patroli indonesia,
ataupun kapal penangkap ikan yang umumnya berukuran kecil dan tradisional,
harus berhadapan dengan kapal asing yang berukuran lebih besar dan modern serta
dalam jumlah yang lebih banyak.
2.2 Kondisi Nelayan Indonesia
Bank
Dunia memperhitungkan bahwa 108,78 juta orang atau 49 persen dari total
penduduk Indonesia dalam kondisi miskin dan rentan menjadi miskin. Kalangan
tersebut hidup hanya kurang dari 2 dollar AS atau sekitar Rp. 19.000,– per
hari. Badan Pusat Statistik (BPS), dengan perhitungan yang agak berbeda dari
Bank dunia, mengumumkan angka kemiskinan di Indonesia hanya sebesar 34,96 juta
orang 15,42 persen. Salah satu kategori jenis pekerjaan masyarakat Indonesia
yang memiliki pendapatan terbatas adalah nelayan. Hal ini sangatlah bertolak
belakang dengan fakta yang menyebutkan bahwa Indonesia adalah Negara dengan
kekayaan laut yang melimpah.
Dengan
potensi laut yang melimpah, kesejahteraan nelayan justru sangat minim dan
identik dengan kemiskinan. Sebagian besar 63,47 persen penduduk miskin di
Indonesia berada di daerah pesisir dan pedesaan. Data
statistik menunjukan bahwa upah riil harian yang diterima seorang buruh tani
(termasuk buruh nelayan) hanya sebesar Rp. 30.449,- per hari. Jauh lebih rendah
jika dibandingkan dengan upah nominal harian seorang buruh bangunan
biasa (tukang bukan mandor) Rp. 48.301,- per hari.
Masalah
kemiskinan nelayan merupakan masalah yang bersifat multi dimensi sehingga untuk
menyelesaikannya diperlukan sebuah solusi yang menyeluruh, dan bukan solusi
secara parsial. Untuk itu terlebih dahulu harus diketahui akar masalah yang
menjadi penyebab terjadinya kemiskinan nelayan.
Secara umum, kemiskinan masyarakat pesisir ditengarai
disebabkan oleh tidak terpenuhinya hak-hak dasar masyarakat, antara lain
kebutuhan akan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, inftastruktur. Di
samping itu, kurangnya kesempatan berusaha, kurangnya akses terhadap informasi,
teknologi dan permodalan, budaya dan gaya hidup yang cenderung boros,
menyebabkan posisi tawar masyarakat miskin semakin lemah. Pada saat yang sama,
kebijakan Pemerintah selama ini kurang berpihak pada masyarakat pesisir sebagai
salah satu pemangku kepentingan di wilayah pesisir.
2.3 Upaya Pemerintah dan Akibat
Perikanan Ilegal
Organisasi
Pangan dan Pertanian Dunia atau FAO (Food and Agriculture Organization)
menyatakan kerugian Indonesia akibat IUU (illegal unreported unregulated)
fishing diperkiraan mencapai Rp 30 triliun per tahun.
Tingkat kerugian tersebut adalah sekitar 25 persen dari total potensi perikanan yang dimiliki Indonesia sebesar 1,6 juta ton per tahun. FAO juga melansir data bahwa pada saat ini stok sumber daya ikan di dunia yang masih memungkinkan untuk ditingkatkan penangkapanya hanya tinggal 20 persen, sedangkan 55 persen sudah dalam kondisi pemanfaatan penuh dan sisanya 25 persen terancam kelestariannya.
Tingkat kerugian tersebut adalah sekitar 25 persen dari total potensi perikanan yang dimiliki Indonesia sebesar 1,6 juta ton per tahun. FAO juga melansir data bahwa pada saat ini stok sumber daya ikan di dunia yang masih memungkinkan untuk ditingkatkan penangkapanya hanya tinggal 20 persen, sedangkan 55 persen sudah dalam kondisi pemanfaatan penuh dan sisanya 25 persen terancam kelestariannya.
Untuk
itu pemerintah menyatakan perang terhadap illegal fishing, karena illegal
fishing merupakan masalah serius yang harus segera ditanggulangi sebab sangat
membahayakan kelestarian sumber daya dan merugikan secara ekonomi bagi negara.
belum lama ini kapal pengawas DKP berhasil menangkap 24 kapal ikan di perairan
Timika, Papua Barat, dan kapal-kapal tersebut diduga melakukan berbagai pelanggaran.
Kapal ikan yang ditangkap tersebut sebagian besar memiliki alat tangkap pukat
ikan dan hampir separuh awak kapal tersebut bekewarga negaraan asing (WNA).
Komitmen
dan keseriusan DKP dalam upaya penanggulangan IUU fishing dilakukan melalui
operasi kapal pengawas secara kontinu. Hasilnya, pada tahun 2007, DKP berhasil
mengadhock 184 kapal perikanan dari 2.207 kapal ikan yang diperiksa oleh kapal
pengawas. Jumlah itu terdiri atas kapal Ikan Asing sebanyak 89 kapal dari 212
kapal yang diperiksa, dan Kapal Ikan Indonesia sebanyak 95 kapal dari 1995
kapal yang diperiksa.
Dari
hasil tersebut kerugian negara yang dapat terselamatkan diperkirakan mencapai
Rp439,6 miliar dengan rincian bila Pajak Penghasilan Perikanan (PHP) sebesar
Rp34 miliar, subsidi BBM senilai Rp23,8 miliar; sumber daya perikanan yang
terselamatkan senilai Rp381 miliar, dan nilai sumber daya ikan tersebut bila
dikonversikan dengan produksi ikan sekitar 43.208 ton.
Selama
tahun 2003 sampai 2007, DKP telah melakukan perampasan kapal ilegal sebanyak
148 buah dengan rincian di Sumatera 77 buah, di Kalimantan dan Maluku-Papua
masing-masing 28 buah, di Jawa 10 buah, dan di Sulawesi 5 buah. Sedangkan
perkembangan tindak pidana perikanan selama tahun 2003-2007 mengalami
penurunan, yaitu 322 kasus pada tahun 2003 menjadi 116 kasus pada tahun 2007
dengan jenis kasus tanpa ijin masih mendominasi.
Perang
Pemerintah terhadap pelaku illegal fishing selama enam tahun terakhir telah
menunjukkan hasil dan setiap tahunnya terus mengalami peningkatan. Selama tahun
2002-2007, kerugian negara yang berhasil diselamatkan dari kegiatan pengawasan
sebesar Rp1,271 tryliun.
BAB III
PEMBAHASAN
Walau sebagai negara
maritim yang sejak zaman nenek moyang dikenal sebagai bangsa pelaut yang ulung,
Indonesia masih terlalu lemah posisinya dalam peta kelautan dunia. Persoalan
tapal batas, pemetaan teritori garis pantai sampai penamaan pulau-pulau dan
kalkulasi jumlah pasti sebaran pulau Indonesia memang menjadi masalah sejak
masa awal Kemerdekaan Indonesia sampai saat ini. Sehingga friksi perbatasan
laut menjadi rawan konflik dan sengketa dengan negara-negara tetangga yang
berbatas laut langsung dengan Indonesia (terutama dengan Malaysia, Singapura,
dan Australia). Hal ini juga bersinggungan dengan faktor keamanan laut, illegal
fishing (pencurian ikan), pelanggaran batas, dan tindak kriminalitas kelautan
lainnya. Data statistik menunjukan kerugian sekitar ½ milyar dollar sampai
4 milyar dollar per tahun akibat pencurian ikan oleh orang
asing. Persoalan ini masih ditambah dengan aspek
lingkungan hidup kelautan kita yang jauh dari kategori ideal. Padahal Indonesia
punya potensi kelautan yang luar biasa besar dan posisi tawar yang tinggi
secara ekonomi, strategi dan politik.
Maraknya
perikanan ilegal di perairan Indonesia berdampak terhadap stok ikan nasional
dan global. Hal ini juga menyebabkan keterpurukan ekonomi nasional dan
meningkatnya permasalahan sosial di masyarakat perikanan Indonesia. Sebuah fakta menunjukkan, Bank Dunia memperhitungkan bahwa 108,78 juta orang atau
49 % dari total penduduk Indonesia dalam kondisi miskin dan rentan menjadi
miskin. Kalangan tersebut hidup hanya kurang dari 2 dollar AS atau sekitar Rp.
19.000,– per hari. Badan Pusat Statistik (BPS), dengan perhitungan yang agak
berbeda dari Bank dunia, mengumumkan angka kemiskinan di Indonesia hanya
sebesar 34,96 juta orang atau 15,42 %. Angka tersebut diperoleh berdasarkan
ukuran garis kemiskinan ditetapkan sebesar 1,55 dollar AS.
Dengan potensi laut yang
demikian besar, kesejahteraan masyarakat Indonesia terutama nelayan justru
sangat minim dan identik dengan kemiskinan. Sebagian besar 63,47 % penduduk
miskin di Indonesia berada di daerah pesisir dan pedesaan. Data
statistik menunjukan bahwa upah riil harian yang diterima seorang buruh tani
(termasuk buruh nelayan) hanya sebesar Rp. 30.449,- per hari. Jauh lebih rendah
jika dibandingkan dengan upah nominal harian seorang buruh bangunan
biasa (tukang bukan mandor) Rp. 48.301,- per hari. Hal ini perlu
menjadi perhatian mengingat ada keterkaitan erat antara kemiskinan dan
pengelolaan wilayah pesisir.
Dengan kondisi tersebut,
tidak mengherankan jika praktik perikanan ilegal yang merusak masih sering
terjadi di wilayah pesisir. Pendapatan mereka dari kegiatan pengeboman dan
penangkapan ikan karang masih jauh lebih besar dari pendapatan mereka sebagai
nelayan. Dengan besarnya perbedaan pendapatan tersebut di atas, sulit untuk
mengatasi masalah kemiskinan yang terjadi di wilayah pesisir. Kemiskinan
nelayan terjadi karena keterbatasan akses nelayan terhadap hak pengusaan
sumberdaya perikanan. Penguasaan atas sumberdaya perikanan selama ini lebih
banyak dinikmati oleh kapal-kapal asing. Sebagai fakta adalah masih beroperasinya
pukat harimau (trawl) di seluruh perairan Indonesia yang berakibat pada
penyerobotan terhadap wilayah tangkap nelayan tradisional (traditional fishing
ground).
Selain itu perikanan
ilegal akan meningkatkan konflik dengan armada nelayan tradisional. Maraknya
perikanan ilegal mengganggu keamanan nelayan Indonesia khususnya nelayan
tradisional dalam menangkap ikan di perairan Indonesia. Nelayan asing selain
melakukan penangkapan secara ilegal, mereka juga sering menembaki nelayan
tradisional yang sedang melakukan penangkapan ikan di daerah penangkapan
(fishing ground) yang sama. Perikanan ilegal juga akan mendorong ke arah
pengurangan pendapatan rumah tangga nelayan dan selanjutnya akan memperburuk
situasi kemiskinan.
Perikanan ilegal
berdampak negatif terhadap stok ikan dan ketersediaan ikan, yang merupakan
sumber protein penting bagi Indonesia. Pengurangan ketersediaan ikan pada pasar
lokal akan mengurangi ketersediaan protein dan keamanan makanan nasional. Hal
ini akan meningkatkan risiko kekurangan gizi dalam masyarakat, dan berdampak
pada rencana pemerintah untuk meningkatkan nilai konsumsi ikan. Perikanan ilegal
juga akan berdampak negatif pada isu kesetaraan gender dalam penangkapan ikan
dan pengolahan serta pemasaran hasil penangkapan ikan. Fakta di beberapa daerah
menunjukkan bahwa istri nelayan memiliki peranan penting dalam aktivitas
penangkapan ikan di pantai dan pengolahan hasil tangkapan, termasuk untuk
urusan pemasaran hasil perikanan. Semua fakta di atas menunjukkan bahwa
kelangsungan hidup para nelayan lokal sangatlah bergantung pada potensi sumber
daya laut Indonesia sendiri. Sehingga perlu dilakukan upaya-upaya untuk
mengurangi praktik perikanan illegal di Indonesia demi kesejahteraan masyarakat
terutama para nelayan lokal.
Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengurangi praktik perikanan illegal
di Indonesia yaitu :
1. Menambah armada kapal patroli,
supaya kapal-kapal asing yang masuk ke wilayah perairan Indonesia yang melakukan illegal fishing bisa ditangkap
ataupun bisa dihancurkan kapal mereka.
2. Melakukan
kerjasama yang baik berupa koordinasi patroli, pertukaran informasi, serta
pengawasan dan monitoring antar beberapa pihak yang terkait.
3. Mengatur
masalah perizinan, pengawasan, penegakan hukum di laut dan peningkatan ekonomi
nelayan. Selain itu juga konsep kebijakan yang baru harus melihat secara
komprehensif dari berbagai aspek antara lain masalah kedaulatan, keamanan,
ekonomi dan citra sebagai bangsa yang besar.
4. Penguatan
sistem penegak hukum dengan membentuk semacam Badan Keamanan Laut yang
merupakan gabungan dari berbagai instansi digabung menjadi satu, dibawah satu
organisasi dan satu komando pengendalian. Badan ini menangani keamanan laut non
militer, sedangkan fungsi pertahanan di laut tetap menjadi tugas pokok TNI AL.
5. Mengadakan
pemutihan kapal-kapal ilegal untuk diberikan ijin, terutama pada kapal-kapal
yang jelas identitasnya. Dengan pemberian ijin secara sah, maka semua
kegiatannya akan termonitor dan terkendalikan serta dapat diketahui stok ikan
sebenarnya.
6. Pemerintah
memperbaiki manajemen perikanan dengan menerapkan pengaturan musim penangkapan
untuk jenis-jenis tertentu dan menetapkan daerah-daerah tertentu untuk menjamin
kelestarian.
7. Perbaikan
regulasi dan kebijakan yang semula pendekatannya “input restriction”
atau pembatasan input menjadi “output restriction” atau pendekatan
output, terutama untuk jenis Tuna dan Udang. Dengan pendekatan tersebut
mekanisme perijinan lebih sederhana dan mudah pengawasannya.
BAB IV
PENUTUP
4.1
Kesimpulan
Dengan potensi laut yang demikian besar,
kesejahteraan masyarakat Indonesia terutama nelayan justru sangat minim dan
identik dengan kemiskinan. Kemiskinan
nelayan terjadi karena keterbatasan akses nelayan terhadap hak pengusaan sumberdaya
perikanan. Penguasaan atas sumberdaya perikanan selama ini lebih banyak
dinikmati oleh kapal-kapal asing (perikanan ilegal).
Perikanan ilegal berpengaruh terhadap
kelangsungan hidup para nelayan lokal karena mereka bergantung pada potensi
sumber daya laut Indonesia sendiri. Sehingga perlu dilakukan upaya-upaya untuk
mengurangi praktik perikanan ilegal. Setidaknya perlu mengagas dan mewujudkan
akan perkuatan sektor kelautan dari semua aspek. Ini juga termasuk perkuatan
sektor perikanan, perjuangan nasib nelayan lokal (dalam negeri), penegasan dan
penegakan hukum perairan dan kelautan karena menjadi hal yang sangat
penting untuk mensejahterakan para nelayan lokal di Indonesia.
4.2
Saran
1.
Bagi Nelayan Lokal
Hendaknya
ikut bekerjasama dalam mengawasi praktik perikanan ilegal dan menjaga
kelestarian sumberdaya laut serta lingkungan sekitar agar tidak terabaikan
dengan arus perkembangan zaman.
2.
Bagi Pemerintah
Hendaknya
memberikan penegasan terhadap para pelaku perikanan ilegal dan mulai menetapkan
hukum yang tegas agar kesejahteraan para nelayan Indonesia tidak terabaikan.
3. Bagi
Peneliti
Hendaknya
penulisan karya tulis ini dapat di jadikan sebagai bahan acuan untuk penulisan
karya tulis selanjutnya yang sejenis.
DAFTAR
RUJUKAN
Andini, Ayu. Indonesia Gelar World Ocean Conference Pertama di Dunia
(Online), http://indofamily.com/, diakses
30 Desember 2012.
Jaya, Karta. 2011. Illegal fishing (Online), http://ikanmania25.blogspot.com/2011/11/illegal-fishing.html
diakses 30 Desember 2012.
Laila, najmu.2009. Kemiskinan structural masyarakat nelayan
(Online), http://mhs.blog.ui.ac.id/najmu.laila/archives/16, diakses 01 Januari
2013.
Soekanto, Soerjono. 2005.
Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta
: PT. Grafindo Persada.
Solihin, Akhmad. Mencermati
Kontraversi HP (Online),
http://ikanbijak.wordpress.com/, diakses 02 Januari 2013.
Wasak, Martha. 2012. Keadaan Sosial-Ekonomi Masyarakat Nelayan di Desa Kinabuhutan Kecamatan Likupang Barat Kabupaten Minahasa
Utara Sulawesi Utara. Pacific Journal, (Online), Jilid Vol. 1 (7): 1339 - J3*2, (http://repo.unsrat.ac.id/280/1/KEADAAN_SOSIAL-EKONOMI_MASYARAKAT_NELAYAN_Dl_DESA_KINABUHUTAN_KECAMATAN_LIKUPANG_BARAT._KABUPATEN_MINAHASA_UTARA,_SULAWESI_UTARA.pdf,
diakses 01 Januari 2013).
Langganan:
Postingan (Atom)