Minggu, 17 Februari 2013

Asal nulis aja sich


Saya Bangga Menjadi Muslim


Si Danbo ngajii..
Di zaman yang serba teknologi dan modern ini manusia di dunia semakin dimudahkan dalam kehidupannya, tidak hanya dalam dunia-dunia industri saja bahkan dalam setiap aktivitas kegiatan manusia mulai dari yang paling kecil dan dasar hingga yang paling pokok. Bahkan yang sedang gencar-gencarnya sekarang adalah perkembangan zaman telah menjadi fasilitator sebagai penjajahan moral bangsa, hal ini telah banyak berdampak pada degradasi moral, norma, etika, akhlak bahkan agama. Bagaimana dengan kita, orang-orang yang mengaku muslim. Ya , memang banyak dari dari saudara kita terindikator telah menjadi korban dari hal itu. Kenapa bisa terjadi ? padahal mereka adalah  sama seperti kita juga, yang di KTPnya juga tertulis sebagai seorang muslim. Memang banyak faktor yang mempengaruhi hal itu. Pada hakekatnya kata “muslim” bukanlah hanya sekedar jabatan atau status saja, islam terutama di turunkan tidaklah hanya menjadi sebuah tuntunan saja, akan tetapi seoerti dalam sebuah firman Allah yang berbunyi :



"Sesungguhnya Alquran ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus dan memberi kabar gembira kepada orang-orang Mukmin yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar". (Al-Israa': 9). 
Memang banyak yang mengaku muslim, tapi banyak juga dari mereka belum tertanam sebuah kata “aku bangga menjadi seorang muslim”. Dan bagaimana dengan kita? Sudahkah? Dan apa yang kita banggakan? Itu hanya bisa dijawab melalui mata hati kita masing-masing. Keseharian kitalah yang akan memberikan jawaban terhadap sebuah pertanyaan itu.
Kita patut bangga dan bersyukur karena sejak lahir kita telah terlahir menjadi seorang muslim, dan perlu diketahui keistimewaan ini tidak banyak di dapat manusia yang diturunkan oleh Allah di dunia, jadi kita adalah termasuk manusia-manusia pilihan yang telah terseleksi dan terpilih oleh Allah. banyak hal-hal lain yang patut kita banggakan dari agama kita. Telah kita tahu sejak muncul, islam telah banyak memiliki keistimewaan mulai dari ajaran dan tuntunanaya hingga sumberdaya manusianya. Mulai dari ahli ilmu matematika, ilmu kedokteran, filsafat dan masih banyak lainya. Satu hal lagi yang paling utama adalah sumber ajarannya, Al-Qur’an adalah sumber hukum islam yang telah mengatur segala kehidupan manusia mulai dari yang dasar hingga yang paling kompleks dengan segala kesempurnaan dan keagungan ayat-ayatnya yang tidak terdapat pada semua kitab Allah. Bahkan sejarah peradaban dunia telah mencatat bahwa islam adalah salah satu agama yang pernah menjadi penguasa, raja dan pemegang kekuasaan di dunia. Ini mencerminkan bahwa memang agama kita Islam adalah sebuah agama yang sangat istimewa. Dan uraian di atas adalah sekelumit dari keistimewaan yang sengaja dipaparkan karena masih banyak lagi keistimewaan-keistimewaan yang tidak dapat dijelaskan satu persatu. Yang paling utama adalah bagaimana nurani kita dapat merasakan betapa indah dan damainya hidup kita jika segala kehidupan dan aktivitas kita berhiaskan agama Allah. Dan dengan begitu immune kita terhadap degradasi perkembangan zaman dan penjajahan moral akan dapat terbendung dengan baik. Dan semoga kita semua menjadi hamba-hamba Allah yang selalu mendapat rahmat dan perlindungan dari-Nya. 

Sabtu, 16 Februari 2013

tugas kuliah


BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia karena memiliki panjang pantai yang mencapai 95.181 km² dengan luas wilayah laut 5,4 juta km2. Potensi  ini  menempatkan  Indonesia sebagai negara  yang dikaruniai sumber  daya  kelautan  yang besar  termasuk  kekayaan keanekaragaman  hayati dan non hayati kelautan. Sebesar 14 persen dari terumbu karang dunia ada di Indonesia. Diperkirakan lebih dari 2.500 jenis ikan dan 500 jenis karang hidup di dalamnya.
Berdasarkan laporan FAO Year Book 2009, saat ini Indonesia telah menjadi negara produsen perikanan dunia disamping China, Peru, USA  dan  beberapa Negara kelautan lainnya. Produksi perikanan tangkap tahun 2010 mencapai 5,38 juta ton, perkiraan tahun 2011 mencapai 5,41 juta ton, dan 5,44 juta ton target tahun 2012. Maka tidaklah heran sebagian besar masyarakat Indonesia tinggal dan menempati daerah sekitar wilayah pesisir serta menggantungkan hidupnya sebagai nelayan.
Masyarakat nelayan yaitu suatu masyarakat yang tinggal di wilayah pesisir dengan mata pencaharian utama mereka adalah memanfaatkan sumber daya alam yang terdapat di lautan. Masyarakat nelayan menggantungkan hidupnya terhadap pemanfaatan potensi sumberdaya perikanan yang terdapat di lautan. Sehingga pendapatan masyarakat nelayan secara langsung maupun tidak akan sangat mempengaruhi kualitas hidup mereka, karena pendapatan dari hasil berlayar merupakan sumber pemasukan utama atau bahkan satu-satunya bagi mereka. Akan tetapi di lain pihak, produktivitas para nelayan Indonesia hingga saat ini masih tergolong rendah. Dengan potensi laut yang melimpah, kesejahteraan nelayan justru sangat minim dan identik dengan kemiskinan. Sebagian besar 63,47 persen penduduk miskin di Indonesia berada di daerah pesisir dan pedesaan. Data statistik menunjukan bahwa upah riil harian yang diterima seorang buruh tani (termasuk buruh nelayan) hanya sebesar Rp. 30.449,- per hari. Jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan upah nominal harian seorang buruh bangunan Rp. 48.301,- per hari. Hal ini dikarenakan pengelolaan serta penguasaan pemanfaatan sumberdaya laut yang belum maksimal dan tidak sepenuhnya dikuasai oleh nelayan lokal indonesia, seperti banyak kapal-kapal asing yang hadir di laut Indonesia.
Kegiatan tersebut mengakibatkan Indonesia mengalami kerugian ekonomi yang cukup besar. Setiap tahun negara dirugikan 4 milyar dollar Amerika Serikat (AS) akibat penangkapan ikan ilegal yang dilakukan oleh nelayan asing. Di sisi lain, jumlah anggota keluarga nelayan Indonesia yang masih berada dalam kondisi miskin ada sekitar 20 juta orang. Selain karena lemahnya pengawasan instansi terkait, hal itu tak lepas dari kian agresifnya nelayan asing menjelajahi perairan Indonesia dengan dukungan kapal dan alat tangkap memadai. Bahkan, belakangan, pencurian ikan melebar ke tindak penyelundupan. Modusnya, hasil tangkapan nelayan asing tersebut diselundupkan kembali ke wilayah RI, seperti yang marak terjadi di Kalimantan Barat.
Hal inilah yang melatarbelakangi penulis untuk untuk menulis sebuah karya tulis tentang pengaruh penangkapan ikan secara illegal (perikanan ilegal)  terhadap kelangsungan hidup masyarakat nelayan lokal.

1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
1.      Apakah pengaruh perikanan ilegal oleh kapal asing terhadap kelangsungan hidup nelayan lokal ?
2.      Bagaimanakah cara mengurangi praktik perikanan ilegal di Indonesia ?
.
1.2  Tujuan
Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah :
1.      Untuk mengetahui pengaruh perikanan ilegal oleh kapal asing terhadap kelangsungan hidup nelayan lokal.
2.      Untuk mengetahui cara meminimalisir praktik perikanan ilegal di Indonesia.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perikanan Ilegal (Illegal Fishing)
Sebagai negara maritim, Indonesia menyimpan potensi kekayaan sumber daya kelautan yang belum dieksplorasi dan dieksploitasi secara optimal, bahkan sebagian belum diketahui potensi yang sebenarnya untuk itu perlu data yang lengkap, akurat sehingga laut sebagai sumber daya alternatif yang dapat diperhitungkan pada masa mendatang akan semakin berkembang. Dengan luas wilayah maritim Indonesia yang diperkirakan mencapai 5,8 juta km2 dan dengan kekayaan terkandung di dalamnya yang meliputi kehidupan sekitar 28.000 spesies flora, 350 spesies fauna dan 110.000 spesies mikroba, 600 spesies terumbu karang dan 40 genera, jauh lebih kaya dibandingkan Laut Merah yang hanya memiliki sekitar 40 spesies dari 7 negara, sumberdaya yang dapat diperbaharui (renewable resources), termasuk ikan, udang, moluska, kerang mutiara, kepiting, rumput laut, mangrove/hutan bakau, hewan karang dan biota laut lainnya.
Sejumlah potensi tersebut di atas merupakan sumberdaya yang sangat potensial dikelola, untuk kesejahteraan rakyat. Di era krisis ekonomi yang masih belum dapat diatasi sepenuhnya hingga saat ini, seharusnya potensi laut yang besar tersebut menjadi solusi. Namun karena selama ini kita telalu fokus kepada sumberdaya yang ada di darat, maka sumberdaya laut yang besar menjadi tersia-siakan. Keadaan inilah yang memberikan peluang kepada bangsa-bangsa lain untuk mengeksploitasi laut indonesia dengan leluasa yang salah satunya dengan illegal fishing.
Perikanan ilegal saat ini telah menjadi perhatian dunia, termasuk FAO (Food and Agriculture Organization). Lembaga ini menggunakan beberapa terminologi seperti perikanan illegal (ilegal), unreported (tidak dilaporkan) dan unregulated (tidak diatur) atau biasa disingkat dengan IUU fishing. Penjelasan mengenai ketiga terminologi ini adalah sebagai berikut:
1.      Illegal fishing, adalah kegiatan penangkapan ikan secara ilegal di perairan wilayah atau Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) suatu Negara. Artinya kegiatan penangkapan yang tidak memiliki izin melakukan penangkapan ikan dari Negara bersangkutan. Praktek terbesar dalam  IUU fishing, pada dasarnya adalah poaching atau pirate fishing. Yaitu penangkapan ikan oleh negara lain tanpa izin dari negara yang bersangkutan, atau dengan kata lain pencurian ikan oleh pihak asing. Keterlibatan pihak asing dalam pencurian ikan dapat digolongkan menjadi dua, yaitu:
a.       Pencurian semi-legal, yaitu pencurian ikan yang dilakukan oleh kapal asing dengan memanfaatkan surat izin penangkapan legal yang dimiliki oleh pengusaha lokal, dengan menggunakan kapal berbendera lokal atau bendera negara lain. Praktek ini tetap dikategorikan sebagai  illegal fishing karena selain menangkap ikan di wilayah perairan yang bukan haknya, pelaku illegal fishing ini tidak jarang juga langsung mengirim hasil tangkapan tanpa melalui proses pendaratan ikan di wilayah yang sah.
b.      Pencurian murni ilegal, yaitu proses penangkapan ikan di mana kapal asing menggunakan benderanya sendiri untuk menangkap ikan di wilayah negara lain.
2.      Unregulated fishing,  adalah kegiatan penangkapan di perairan wilayah atau ZEE suatu Negara yang tidak mematuhi aturan yang berlaku dinegara tersebut. Tercakup dalam hal ini antara lain: penggunaan alat tangkap yang merusak seperti trawl, bom, dan bius serta pelanggaran wilayah tangkap.
3.      Unreported fishing, adalah kegiatan penangkapan ikan di perairan wilayah atau ZEE suatu negara, yang tidak dilaporkan baik operasionalnya maupun data kapal dan hasil tangkapannya. Perikanan yang tidak dilaporkan mencakup kesalahan dalam pelaporannya (misreported)pelaporan yang  dan tidak semestinya (under reported).
Masalah perikanan tangkap yang melanggar hukum atau lebih dikenal dengan istilah Illegal Fishing sebenarnya sudah menjadi masalah klasik. Dikatakan klasik karena masalah ini telah ada dari zaman dulu yang seakan-akan tidak ada habisnya. Hingga sekarang pun perikanan ilegal masih sulit untuk di berantas.
FAO (2001) memperkirakan kerugian Indonesia dari perikanan ilegal tersebut mencapai sekitar US$ 4 milyar. Aktivitas perikanan ilegal, negara dirugikan Rp 30 triliyun setiap tahunnya.Perkembangan harga ikan rata-rata setiap tahunnya berkisar antara US$ 1.000 sampai US$ 2.000 per ton ikan. Dengan asumsi harga ikan rata-rata sebesar US$ 1.000 per ton, diperkirakan jumlah ikan yang dicuri mencapai sekitar 4 juta ton per tahun. Sementara itu apabila harga ikan rata-rata diasumsikan sekitar US$ 2.000 per ton maka jumlah ikan yang dicuri tersebut mencapai kisaran 2 juta ton per tahun. Terlebih lagi, apabila diasumsikan rata-rata tonase kapal ilegal yang menangkap ikan di perairan Indonesia mencapai 200 ton dan setiap tahunnya melakukan 4 kali trip penangkapan, maka jumlah kapal ilegal mencapai sekitar 2.500 sampai dengan 5.000 kapal per tahun.
Hingga kini pemberantasan praktek perikanan illegal belum juga menunjukkan tanda-tanda yang menggembirakan, bahkan semakin memprihatinkan. Salah satu buktinya, Maret 2006 lalu hasil verifikasi Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap DKP menunjukkan 94 % tanda peralihan kepemilikan kapal (deletion certificate)  yang berhasil diklarifikasi adalah palsu. Lebih buruk lagi, pada semester pertama 2007 (Januari – Juni), puluhan kapal dari berbagai negara telah ditemukan kembali melakukan praktek pencurian ikan di perairan Indonesia. Perikanan ilegal tersebut mencakup pencurian ikan, yaitu kapal asing menangkap ikan di Indonesia dan tidak memiliki izin atau tidak memiliki dokumen keimigrasian perikanan yang tidak diatur, karena melanggar peraturan perundangan yang telah ditetapkan seperti menggunakan alat tangkap trawl, bom, atau memasuki wilayah tangkap yang tidak sesuai dengan izin yang telah diberikan; serta perikanan yang tidak dilaporkan, karena memuat dan memindahkan ikan di tengah laut atau menjual ikan dijual ke negara lain, atau kegiatan lain yang menyebabkan tangkapan ikan tersebut tidak dilaporkan.
Jumlah kegiatan perikanan ilegal begitu fantastis. Pada tahun 2003, DKP menduga terdapat sekitar 5.000 kapal asing yang tidak memiliki izin beroperasi di perairan Indonesia, yang kemudian berhasil ditertibkan hingga 4.000 kapal asing melalui perizinan. Namun demikian, kenyataan di lapangan menunjukkan perikanan ilegal terus terjadi dari tahun ke tahun. Kapal asing yang melakukan kegiatan perikanan ilegal biasanya melangsungkan operasinya di wilayah perbatasan dan perairan internasional, antara lain:
1.      Perairan Timur Indonesia, seperti:
a.       Perairan Papua (Sorong, Teluk Bintuni, Fakfak, Kaimana, Merauke, Perairan Arafuru)
b.      Laut Maluku, Laut Halmahera
c.       Perairan Tual
d.      Laut Sulawesi
e.       Samudra Pasifik
f.       Perairan Indonesia-Australia
g.      Perairan Kalimantan Timur
2.      Perairan Barat Indonesia, seperti:
a.       Perairan Kalimantan bagian Utara, daerah Laut Cina Selatan
b.      Perairan Nanggroe Aceh Darussalam (NAD)
c.       Selat Malaka
d.      Sumatera Utara (Perairan Pandan, Teluk Sibolga)
e.       Selat Karimata, Perairan Pulau Tambelan (Perairan antara Riau dan Kalimantan Barat)
f.       Laut Natuna (Perairan Laut Tiongkok Selatan)
g.      Perairan Pulau Gosong Niger (Kalimantan Barat)
Sebagaimana yang telah kita ketahui, peran pemerintah dalam menjaga perairan di wilayah perbatasan sangat terbatas, bahkan dapat dikatakan minim baik dalam hal trasportasi seperti kapal-kapal patroli maupun dalam hal jumlah ankatan laut maritim yang siaga berpatroli. Bayangkan saja jika kapal patroli indonesia, ataupun kapal penangkap ikan yang umumnya berukuran kecil dan tradisional, harus berhadapan dengan kapal asing yang berukuran lebih besar dan modern serta dalam jumlah yang lebih banyak.




2.2 Kondisi Nelayan Indonesia
Bank Dunia memperhitungkan bahwa 108,78 juta orang atau 49 persen dari total penduduk Indonesia dalam kondisi miskin dan rentan menjadi miskin. Kalangan tersebut hidup hanya kurang dari 2 dollar AS atau sekitar Rp. 19.000,– per hari. Badan Pusat Statistik (BPS), dengan perhitungan yang agak berbeda dari Bank dunia, mengumumkan angka kemiskinan di Indonesia hanya sebesar 34,96 juta orang 15,42 persen. Salah satu kategori jenis pekerjaan masyarakat Indonesia yang memiliki pendapatan terbatas adalah nelayan. Hal ini sangatlah bertolak belakang dengan fakta yang menyebutkan bahwa Indonesia adalah Negara dengan kekayaan laut yang melimpah.
Dengan potensi laut yang melimpah, kesejahteraan nelayan justru sangat minim dan identik dengan kemiskinan. Sebagian besar 63,47 persen penduduk miskin di Indonesia berada di daerah pesisir dan pedesaan. Data statistik menunjukan bahwa upah riil harian yang diterima seorang buruh tani (termasuk buruh nelayan) hanya sebesar Rp. 30.449,- per hari. Jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan upah nominal harian seorang buruh bangunan biasa (tukang bukan mandor) Rp. 48.301,- per hari.
Masalah kemiskinan nelayan merupakan masalah yang bersifat multi dimensi sehingga untuk menyelesaikannya diperlukan sebuah solusi yang menyeluruh, dan bukan solusi secara parsial. Untuk itu terlebih dahulu harus diketahui akar masalah yang menjadi penyebab terjadinya kemiskinan nelayan.
Secara umum, kemiskinan masyarakat pesisir ditengarai disebabkan oleh tidak terpenuhinya hak-hak dasar masyarakat, antara lain kebutuhan akan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, inftastruktur. Di samping itu, kurangnya kesempatan berusaha, kurangnya akses terhadap informasi, teknologi dan permodalan, budaya dan gaya hidup yang cenderung boros, menyebabkan posisi tawar masyarakat miskin semakin lemah. Pada saat yang sama, kebijakan Pemerintah selama ini kurang berpihak pada masyarakat pesisir sebagai salah satu pemangku kepentingan di wilayah pesisir.


2.3 Upaya Pemerintah dan Akibat Perikanan Ilegal
Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia atau FAO (Food and Agriculture Organization) menyatakan kerugian Indonesia akibat IUU (illegal unreported unregulated) fishing diperkiraan mencapai Rp 30 triliun per tahun.
Tingkat kerugian tersebut adalah sekitar 25 persen dari total potensi perikanan yang dimiliki Indonesia sebesar 1,6 juta ton per tahun. FAO juga melansir data bahwa pada saat ini stok sumber daya ikan di dunia yang masih memungkinkan untuk ditingkatkan penangkapanya hanya tinggal 20 persen, sedangkan 55 persen sudah dalam kondisi pemanfaatan penuh dan sisanya 25 persen terancam kelestariannya.
Untuk itu pemerintah menyatakan perang terhadap illegal fishing, karena illegal fishing merupakan masalah serius yang harus segera ditanggulangi sebab sangat membahayakan kelestarian sumber daya dan merugikan secara ekonomi bagi negara. belum lama ini kapal pengawas DKP berhasil menangkap 24 kapal ikan di perairan Timika, Papua Barat, dan kapal-kapal tersebut diduga melakukan berbagai pelanggaran. Kapal ikan yang ditangkap tersebut sebagian besar memiliki alat tangkap pukat ikan dan hampir separuh awak kapal tersebut bekewarga negaraan asing (WNA).
Komitmen dan keseriusan DKP dalam upaya penanggulangan IUU fishing dilakukan melalui operasi kapal pengawas secara kontinu. Hasilnya, pada tahun 2007, DKP berhasil mengadhock 184 kapal perikanan dari 2.207 kapal ikan yang diperiksa oleh kapal pengawas. Jumlah itu terdiri atas kapal Ikan Asing sebanyak 89 kapal dari 212 kapal yang diperiksa, dan Kapal Ikan Indonesia sebanyak 95 kapal dari 1995 kapal yang diperiksa.
Dari hasil tersebut kerugian negara yang dapat terselamatkan diperkirakan mencapai Rp439,6 miliar dengan rincian bila Pajak Penghasilan Perikanan (PHP) sebesar Rp34 miliar, subsidi BBM senilai Rp23,8 miliar; sumber daya perikanan yang terselamatkan senilai Rp381 miliar, dan nilai sumber daya ikan tersebut bila dikonversikan dengan produksi ikan sekitar 43.208 ton.
Selama tahun 2003 sampai 2007, DKP telah melakukan perampasan kapal ilegal sebanyak 148 buah dengan rincian di Sumatera 77 buah, di Kalimantan dan Maluku-Papua masing-masing 28 buah, di Jawa 10 buah, dan di Sulawesi 5 buah. Sedangkan perkembangan tindak pidana perikanan selama tahun 2003-2007 mengalami penurunan, yaitu 322 kasus pada tahun 2003 menjadi 116 kasus pada tahun 2007 dengan jenis kasus tanpa ijin masih mendominasi.
Perang Pemerintah terhadap pelaku illegal fishing selama enam tahun terakhir telah menunjukkan hasil dan setiap tahunnya terus mengalami peningkatan. Selama tahun 2002-2007, kerugian negara yang berhasil diselamatkan dari kegiatan pengawasan sebesar Rp1,271 tryliun.

























BAB III
PEMBAHASAN

Walau sebagai negara maritim yang sejak zaman nenek moyang dikenal sebagai bangsa pelaut yang ulung, Indonesia masih terlalu lemah posisinya dalam peta kelautan dunia. Persoalan tapal batas, pemetaan teritori garis pantai sampai penamaan pulau-pulau dan kalkulasi jumlah pasti sebaran pulau Indonesia memang menjadi masalah sejak masa awal Kemerdekaan Indonesia sampai saat ini. Sehingga friksi perbatasan laut menjadi rawan konflik dan sengketa dengan negara-negara tetangga yang berbatas laut langsung dengan Indonesia (terutama dengan Malaysia, Singapura, dan Australia). Hal ini juga bersinggungan dengan faktor keamanan laut, illegal fishing (pencurian ikan), pelanggaran batas, dan tindak kriminalitas kelautan lainnya. Data statistik menunjukan kerugian sekitar ½ milyar dollar sampai 4 milyar dollar per tahun akibat pencurian ikan oleh orang asingPersoalan ini masih ditambah dengan aspek lingkungan hidup kelautan kita yang jauh dari kategori ideal. Padahal Indonesia punya potensi kelautan yang luar biasa besar dan posisi tawar yang tinggi secara ekonomi, strategi dan politik.
Maraknya perikanan ilegal di perairan Indonesia berdampak terhadap stok ikan nasional dan global. Hal ini juga menyebabkan keterpurukan ekonomi nasional dan meningkatnya permasalahan sosial di masyarakat perikanan Indonesia. Sebuah fakta menunjukkan, Bank Dunia memperhitungkan bahwa 108,78 juta orang atau 49 % dari total penduduk Indonesia dalam kondisi miskin dan rentan menjadi miskin. Kalangan tersebut hidup hanya kurang dari 2 dollar AS atau sekitar Rp. 19.000,– per hari. Badan Pusat Statistik (BPS), dengan perhitungan yang agak berbeda dari Bank dunia, mengumumkan angka kemiskinan di Indonesia hanya sebesar 34,96 juta orang atau 15,42 %. Angka tersebut diperoleh berdasarkan ukuran garis kemiskinan ditetapkan sebesar 1,55 dollar AS.
Dengan potensi laut yang demikian besar, kesejahteraan masyarakat Indonesia terutama nelayan justru sangat minim dan identik dengan kemiskinan. Sebagian besar 63,47 % penduduk miskin di Indonesia berada di daerah pesisir dan pedesaan. Data statistik menunjukan bahwa upah riil harian yang diterima seorang buruh tani (termasuk buruh nelayan) hanya sebesar Rp. 30.449,- per hari. Jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan upah nominal harian seorang buruh bangunan biasa (tukang bukan mandor) Rp. 48.301,- per hari. Hal ini perlu menjadi perhatian mengingat ada keterkaitan erat antara kemiskinan dan pengelolaan wilayah pesisir.
Dengan kondisi tersebut, tidak mengherankan jika praktik perikanan ilegal yang merusak masih sering terjadi di wilayah pesisir. Pendapatan mereka dari kegiatan pengeboman dan penangkapan ikan karang masih jauh lebih besar dari pendapatan mereka sebagai nelayan. Dengan besarnya perbedaan pendapatan tersebut di atas, sulit untuk mengatasi masalah kemiskinan yang terjadi di wilayah pesisir. Kemiskinan nelayan terjadi karena keterbatasan akses nelayan terhadap hak pengusaan sumberdaya perikanan. Penguasaan atas sumberdaya perikanan selama ini lebih banyak dinikmati oleh kapal-kapal asing. Sebagai fakta adalah masih beroperasinya pukat harimau (trawl) di seluruh perairan Indonesia yang berakibat pada penyerobotan terhadap wilayah tangkap nelayan tradisional (traditional fishing ground).
Selain itu perikanan ilegal akan meningkatkan konflik dengan armada nelayan tradisional. Maraknya perikanan ilegal mengganggu keamanan nelayan Indonesia khususnya nelayan tradisional dalam menangkap ikan di perairan Indonesia. Nelayan asing selain melakukan penangkapan secara ilegal, mereka juga sering menembaki nelayan tradisional yang sedang melakukan penangkapan ikan di daerah penangkapan (fishing ground) yang sama. Perikanan ilegal juga akan mendorong ke arah pengurangan pendapatan rumah tangga nelayan dan selanjutnya akan memperburuk situasi kemiskinan. Perikanan ilegal berdampak negatif terhadap stok ikan dan ketersediaan ikan, yang merupakan sumber protein penting bagi Indonesia. Pengurangan ketersediaan ikan pada pasar lokal akan mengurangi ketersediaan protein dan keamanan makanan nasional. Hal ini akan meningkatkan risiko kekurangan gizi dalam masyarakat, dan berdampak pada rencana pemerintah untuk meningkatkan nilai konsumsi ikan. Perikanan ilegal juga akan berdampak negatif pada isu kesetaraan gender dalam penangkapan ikan dan pengolahan serta pemasaran hasil penangkapan ikan. Fakta di beberapa daerah menunjukkan bahwa istri nelayan memiliki peranan penting dalam aktivitas penangkapan ikan di pantai dan pengolahan hasil tangkapan, termasuk untuk urusan pemasaran hasil perikanan. Semua fakta di atas menunjukkan bahwa kelangsungan hidup para nelayan lokal sangatlah bergantung pada potensi sumber daya laut Indonesia sendiri. Sehingga perlu dilakukan upaya-upaya untuk mengurangi praktik perikanan illegal di Indonesia demi kesejahteraan masyarakat terutama para nelayan lokal. Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengurangi praktik perikanan illegal di Indonesia yaitu :
1.      Menambah armada kapal patroli, supaya kapal-kapal asing yang masuk ke wilayah perairan Indonesia  yang melakukan illegal fishing bisa ditangkap ataupun bisa dihancurkan kapal mereka.
2.      Melakukan kerjasama yang baik berupa koordinasi patroli, pertukaran informasi, serta pengawasan dan monitoring antar beberapa pihak yang terkait.
3.      Mengatur masalah perizinan, pengawasan, penegakan hukum di laut dan peningkatan ekonomi nelayan. Selain itu juga konsep kebijakan yang baru harus melihat secara komprehensif dari berbagai aspek antara lain masalah kedaulatan, keamanan, ekonomi dan citra sebagai bangsa yang besar.
4.      Penguatan sistem penegak hukum dengan membentuk semacam Badan Keamanan Laut yang merupakan gabungan dari berbagai instansi digabung menjadi satu, dibawah satu organisasi dan satu komando pengendalian. Badan ini menangani keamanan laut non militer, sedangkan fungsi pertahanan di laut tetap menjadi tugas pokok TNI AL.
5.      Mengadakan pemutihan kapal-kapal ilegal untuk diberikan ijin, terutama pada kapal-kapal yang jelas identitasnya. Dengan pemberian ijin secara sah, maka semua kegiatannya akan termonitor dan terkendalikan serta dapat diketahui stok ikan sebenarnya.
6.      Pemerintah memperbaiki manajemen perikanan dengan menerapkan pengaturan musim penangkapan untuk jenis-jenis tertentu dan menetapkan daerah-daerah tertentu untuk menjamin kelestarian.
7.      Perbaikan regulasi dan kebijakan yang semula pendekatannya “input restriction” atau pembatasan input menjadi “output restriction” atau pendekatan output, terutama untuk jenis Tuna dan Udang. Dengan pendekatan tersebut mekanisme perijinan lebih sederhana dan mudah pengawasannya.
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Dengan potensi laut yang demikian besar, kesejahteraan masyarakat Indonesia terutama nelayan justru sangat minim dan identik dengan kemiskinan. Kemiskinan nelayan terjadi karena keterbatasan akses nelayan terhadap hak pengusaan sumberdaya perikanan. Penguasaan atas sumberdaya perikanan selama ini lebih banyak dinikmati oleh kapal-kapal asing (perikanan ilegal).
Perikanan ilegal berpengaruh terhadap kelangsungan hidup para nelayan lokal karena mereka bergantung pada potensi sumber daya laut Indonesia sendiri. Sehingga perlu dilakukan upaya-upaya untuk mengurangi praktik perikanan ilegal. Setidaknya perlu mengagas dan mewujudkan akan perkuatan sektor kelautan dari semua aspek. Ini juga termasuk perkuatan sektor perikanan, perjuangan nasib nelayan lokal (dalam negeri), penegasan dan penegakan  hukum perairan dan kelautan karena menjadi hal yang sangat penting untuk mensejahterakan para nelayan lokal di Indonesia.

4.2 Saran
1.      Bagi Nelayan Lokal
Hendaknya ikut bekerjasama dalam mengawasi praktik perikanan ilegal dan menjaga kelestarian sumberdaya laut serta lingkungan sekitar agar tidak terabaikan dengan arus perkembangan zaman.
2.      Bagi Pemerintah
Hendaknya memberikan penegasan terhadap para pelaku perikanan ilegal dan mulai menetapkan hukum yang tegas agar kesejahteraan para nelayan Indonesia tidak terabaikan.
3.      Bagi Peneliti
Hendaknya penulisan karya tulis ini dapat di jadikan sebagai bahan acuan untuk penulisan karya tulis selanjutnya yang sejenis.
DAFTAR RUJUKAN

Andini, Ayu. Indonesia Gelar World Ocean Conference Pertama di Dunia (Online), http://indofamily.com/, diakses 30 Desember 2012.
Jaya, Karta. 2011. Illegal fishing (Online), http://ikanmania25.blogspot.com/2011/11/illegal-fishing.html diakses 30 Desember 2012.
Laila, najmu.2009. Kemiskinan structural masyarakat nelayan (Online), http://mhs.blog.ui.ac.id/najmu.laila/archives/16, diakses 01 Januari 2013.
Soekanto, Soerjono. 2005. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta : PT. Grafindo Persada.
Solihin, Akhmad. Mencermati Kontraversi HP (Online),  http://ikanbijak.wordpress.com/, diakses 02 Januari 2013.
Wasak, Martha. 2012. Keadaan Sosial-Ekonomi Masyarakat Nelayan di Desa Kinabuhutan Kecamatan Likupang Barat Kabupaten Minahasa Utara Sulawesi Utara. Pacific Journal, (Online), Jilid Vol. 1 (7): 1339 - J3*2, (http://repo.unsrat.ac.id/280/1/KEADAAN_SOSIAL-EKONOMI_MASYARAKAT_NELAYAN_Dl_DESA_KINABUHUTAN_KECAMATAN_LIKUPANG_BARAT._KABUPATEN_MINAHASA_UTARA,_SULAWESI_UTARA.pdf, diakses 01 Januari 2013).